Corat Coret Di Gunung


Coretan di dinding membuat resah
Resah hati pencoret mungkin ingin tampil
Tepi lebih resah pembaca coretannya
Sebab coretan  di dinding adalah pemberontakan
Kucing hitam yang terpojok di tiap tempat sampah…

Beberapa syair lagu Bang Iwan Fals tentang Coretan Dinding, mengingatkan kita tentang Grafiti sebuah gambar atau coretan di dinding batu dan lainnya.

Grafiti (juga dieja graffity atau graffiti) adalah coretan-coretan pada dinding yang menggunakan komposisi warna, garis, bentuk, dan volume untuk menuliskan kata, simbol, atau kalimat tertentu. Alat yang digunakan pada masa kini biasanya cat semprot kaleng. Sebelum cat semprot tersedia, grafiti umumnya dibuat dengan sapuan cat menggunakan kuas atau kapur.

Sejarah

Kebiasaan melukis di dinding bermula dari manusia primitif sebagai cara mengkomunikasikan perburuan. Pada masa ini, grafitty digunakan sebagai sarana mistisme dan spiritual untuk membangkitkan semangat berburu. Perkembangan kesenian di zaman Mesir kuno juga memperlihatkan aktivitas melukis di dinding-dinding piramida. Lukisan ini mengkomunikasikan alam lain yang ditemui seorang pharaoh (Firaun) setelah dimumikan.
Kegiatan grafiti sebagai sarana menunjukkan ketidak puasan baru dimulai pada zaman Romawi dengan bukti adanya lukisan sindiran terhadap pemerintahan di dinding-dinding bangunan. Lukisan ini ditemukan di reruntuhan kota Pompeii. Sementara di Roma sendiri dipakai sebagai alat propaganda untuk mendiskreditkan pemeluk kristen yang pada zaman itu dilarang kaisar.

Fungsi grafiti

Ø  Bahasa rahasia kelompok atau komunitas  tertentu
Ø  Sarana ekspresi ketidak puasan terhadap keadaan social dan lainnya
Ø  Sarana pemberontakan atau perlawanan
Ø  Sarana ekspresi ketakutan terhadap kondisi politik dan sosial


Seiring perkembangan jaman dan teknologi yang rupanya menjajah mental generasi penerus yang tidak bisa mengambil sisi positifnya. Bentuk grafiti sudah melencneg jauh, satu contoh mencoret dinding-dinding seperti kamar mandi tempat umum. Mungkin karena kamar mandi umum adalah salah satu tempat yang strategis karena setiap hari digunakan dan otomatis siapa pun yang menggunakannya bisa membaca dan memahaminya. Lain tempat seperti di gunung dengan obyeknya bebatuan, tugu penunjuk arah atau lainnya. Coretan-coretan itu menghimpun seperti keluh dan kesah, ada yang memaki ada pula yana memotivasi. Melalui media coretan-coretan dinding itu para pendaki mungkin merasa tenang karena segala apa yang mereka rasakan bisa tercurahkan. Ungkapan perasaan jiwa seseorang.

Namun hal ini justru malah membuat kotor pemandangan digunung tidak ubahnya sampah menumpuk yang tidak dibawa turun oleh para pendaki. Hal ini justru tidak membuat bangga tapi malah banyak pula para pendaki yang mengutuk  perbuatan corat coret digunung karena hal ini tidak mencerminka sebagai orang pecinta alam. Hal ini nampaknya sudah menjadi persoalan yang tidak kecil bagi kalangan para pendaki yang memperhatikan kelestarian alam. Namun juga banyak pendaki yang mengganggap hal ini sebagai kreativitas pelaku yang tidak pada tempatnya, karena mereka melihat saat pendaki mencorat coret batu, tugu atau lainnya tidak di tegur. Sebagian pendaki mengatasi hal ini dengan menghabus tulisan dengan di semprot cat, tentunya hal ini bukan solusi tepat. Karena persoalannya pada mental pendaki itu sendiri.


Wacana

Seharusnya dari pihak pengelola wisata atau kawasan gunung yang di mulai dari base camp atau pendaftaran sebelum mendaki  memberi kesadaran bagi para pendaki yang hendak naik dengan memberikan briefing terlebih dahulu kepada ketua regu. Bisa juga memberikan cautioning pada lembar peta atau jalur pendakian. Dan papan informasi diarea awal pendakian yang dekat dengan base camp. Tidak boleh mencorat coret segala obyek di area pendakian, sampah sebaiknya dibawa turun kembali dan lain sebagainya. Selain itu pihak pengelola juga memberikan solusi agar corat coret di area pendakian bisa diminimalkan dengan menyediakan kertas dan spidol agar pendaki bisa mengekspresikan perasaan jiwanya. Dan tentunya hal ini diabadikan dengan difoto. Selain itu jika sesama pendaki melihat ada yang mengotori corat coret area pendakian sebaiknya saling mengingatkan. Dengan cara sederhana ini tentunya harus dibarengi kerja sama dari berbagai pihak, tidak hanya dari pihak pengelola tapi juga para pendaki harus bisa menerapkan saling keraja sama dengan niat untuk melestarikan alam gunung bagi generasi penerus.




Lingkungan dan alam sekitar adalah media belajar yang tidak ada habisnya. Hidup adalah kumpulan waktu, dan waktu adalah momentum menuju tua itu pasti, namun dewasa adalah sebuah pilihan.
Kala kita mau mendengar dan mempelajari sifat-sifat alam, kecil kemungkinan untuk berbuat anarkis dengan alam. Begitu juga alam akan memposisikan kita sebagai penghuni yang santun.Tentunya sebelum kita melangkahkan kaki ditanah yang lebih tinggi awali pendakian kita dengan niat baik dan fikiran positif